Kesalahan diagnosis atau wrong diagnosis artinya seseorang diberikan diagnosis penyakit tertentu tetapi sebenarnya belum tentu mengalami gangguan tersebut. Bukan hanya di Indonesia, hal ini juga sering terjadi di luar negeri. Istilah dan kondisi yang hampir serupa diistilahkan pit fall diagnosis, overdiagnosis atau misdiagnosis.
Banyak faktor yang terjadi mengapa hal itu sering terjadi. Faktor utama adalah dalam beberapa penyakit yang dalam menentukan gold standar atau untuk memastikan suatu penyakit dengan diagnosis klinis atau hanya dengan mengamati riwayat penyakit dan manifestasi penyakit. Sedangkan alat bantu diagnosis seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya tidak banyak diharapkan karena sering spesifitas dan sensitifitas tidak terlalu bagus sehingga sering mengakibatkan false positif atau false negatif.
Artinya, dalam pemeriksaan laboratorium terjadi kesalahan yang seharusnya negatif tetapi saat diperiksa hasilnya positif dan sebaliknya. Selain akurasi alat tidak baik sering terjadi kesalahan interpretasi penilaian hasil laboratorium.
Berikut 10 overdiagnosis yang paling sering terjadi, khususnya pada anak-anak :
Memang untuk memvonis seorang alergi susu sapi tidak semudah itu. Untuk menentukan penderita yang sudah divonis alergi susu sapi pilihan utama adalah susu ektensif hidrolisat atau soya. Seringkali kesalahan terjadi bahwa setiap anak mengalami tanda dan gejala alergi divonis alergi susu sapi dan diadviskan susu hidrolisat parsial alergi. Padahal, susu tersebut hanya untuk prevention atau pencegahan alergi atau untuk anak beresiko alergi bukan untuk penderita alergi susu sapi.
Memastikan alergi susu sapi tidak mudah karena dalam keadaan tertentu tes alergi seperti tes kulit atau tes darah tidak bisa memastikannya. Standar baku emas atau memastikan alergi susu sapi harus dengan chalenge test atau eliminasi provokasi. Hal inilah yang membuat seringkali terjadi overdiagnosis atau perbedaan pendapat di antara para dokter dalam menentukan vonis alergi susu sapi pada anak atau bayi. Penyebab alergi bila dicermati juga sering dicetuskan karena infeksi virus dan disebabkan karena alergi debu atau alergi makanan lainnya.
Bila dicermati debu yang selama ini dianggap sebagai biang keladi penyebab alergi mungkin harus dipertanyakan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa keluhan alergi seperti batuk dan pilek seringkali timbul saat malam dan pagi hari. Padahal saat malam dan pagi hari debu lebih sedikit. Reaksi alergi karena debu adalah reaksi cepat yang seharusnya lebih banyak timbul saat siang hari saat aktifitas.
Fakta lain juga terjadi banyak orangtua yang telah membersihkan semua debu, boneka, karpet dan dipasang AC plasmacluster tetapi ternyata gejala alergi batuk dan pilek tidak kunjung hilang. Bahkan penelitian di Swedia menunjukkan pemakaian karpet menurun, pemakaian lantaeas menaingkat tetapi justru penderita alergi meningkat pesat. Debu bisa dapat menimbulkan alergi bila dalam jumlah yang cukup besar seperti bila masuk gudang, rumah yang tidak ditinggali lebih dari seminggu, saat bongkar-bongkar kamar atau saat menyapu atau saat memakai atau mengambil barang yang sudah lama tersimpan lama di gudang atau lemari.
Gangguan karena debu termasuk reaksi cepat biasanya tidak berlangsung lama, begitu paparan debu tersebut hilang maka dalam beberapa saat keluhan tersebut akan menghilang. Bila gangguan tersebut berlangsung lama bisa dipastikan adalah reaksi lambat, keadaan seperti inilah tampaknya alergi makanan seringkali dapat dicurigai. Penyebab dan pemicu alergi yang sering adalah infeksi virus atau flu hal ini sering tidak disadari penderita alergi.
Di kalangan masyarakat bahkan sebagian klinisi terdapat kecenderungan tanda dan gejala TB yang tidak spesifik pada anak sering dipakai dasar untuk memberikan pengobatan TB pada anak. Padahal banyak penyakit lainnya yang mempunyai gejala tersebut. Gagal tumbuh atau berat badan tidak naik, kesulitan makan, demam berulang, sering batuk atau pembesaran kelenjar yang kecil di sekitar leher dan belakang kepala merupakan gejala yang tidak spesifik pada anak. Tetapi tampaknya dalam praktik sehari-hari gangguan ini sering langsung dicurigai sebagai gejala TB.
Seharusnya gejala tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyakit lainnya. Gangguan-gangguan tersebut juga sering dialami oleh penderita alergi, asma, gangguan saluran cerna dan gangguan lainnya pada anak. Tanda dan gejala TB yang tidak spesifik sangat mirip dengan penyakit lainnya. Gangguan gagal tumbuh dan gangguan saluran napas non spesifik sering mengalami overdiagnosis tuberkulosis. Penyakit alergi atau asma dan penderita gagal tumbuh yang disertai kesulitan makan paling sering dianggap penyakit TB karena gejalanya sama.
Beberapa penderita divonis sebagai penyakit hirschprung karena berdasarkan pemeriksaan foto barium dan harus melakukan operasi. Sebelum operasi dilalkukan second opinion ke dokter lainnya dan dilakukan eliminasi beberapa makanan penyebab alergi ternyata gangguan kesulitan buang air besar tersebut tersebut dapat membaik tanpa operasi. Gangguan sulit buang air besar banyak faktor penyebabnya salah satunya sering berkaitan dengan gangguan alergi makanan.
Dampak yang terjadi bila kesalahan diagnosis ini terjadi ini kadang ringan sampai berdampak fatal. Dampak ringan lainnya adalah mengorbankan biaya yang sangat besar misalnya bila tidak benar mengalami alergi susu sapi tetapi direkomendasikan susu khusus hipoalergenik yang harganya sampai berlipat-lipat. Dampak lainnya, yang seharusnya tidak minum obat antibiotika tetapi harus diberi antibiotika.
Data di Growup Clinic Jakarta menunjukkan bahwa kesalahan diagnosis ini paling sering menimpa penderita asma, alergi dan hipersensitifitas saluran cerna. Data menunjukkan bahwa hampir lebih dari 90% penderita yang mengalami overdiagnosis terjadi pada penderita asma, alergi dan hipersensitif saluran cerna. Ternyata alergi dapat mengganggu semua sistem tubuh dan mempunyai banyak manifestasi klinis yang kadang menyerupai berbagai penyakit lainnya.
Langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah bagi penderita alergi bila didiagnosis 10 penyakit seperti di atas harus lebih cermat memakai prosedur penegakan diagnosis dengan mengamati secara cermat riwayat penyakit, tanda dan gejala penyakit dan interpretasi labatorium yang baik. Dokter harus cermat menginterpretasikan hasil laboratorium.
Tak boleh mengobati pasien hanya sekedar berdasarkan pemeriksaan laboratorium tanpa mencermati manifestasi klinis penderita. Beberapa pemeriksaan laboratorium sering terjadi false positif atau seharusnya hasil negatif tetapi hasilnya menunjukkan positif.
Bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan second opinion atau meminta pendapat kedua ke dokter ahli lainnya. Bila terjadi kesalahan diagnosis, seringkali disertai kesalahan terapi dan pengobatannya.